Pristian Yuliana dan Pristian Yuliani, dua saudara kembar yang
ketika lahir dalam kondisi dempet kepala (craniopagus).
Anak pasangan Tularji-Hartini itu lahir di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, pada
1987.
Kondisi Ana dan
Ani (panggilan akrab untuk Yuliana dan Yuliani) saat itu tentu menyedihkan
kedua orang tuanya. Setelah bertanya ke sana kemari, mereka dirujuk ke Jakarta.
Akhirnya, pada 21 Oktober 1987, dilakukan operasi pemisahan oleh tim dokter di
RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) , Jakarta Pusat. Saat itu, operasi dipimpin Prof
dr RM Padmosantjojo yang melibatkan 96 dokter, memakan waktu 13 jam, dan
menelan biaya sedikitnya Rp 42 juta. Kasus Ana-Ani tersebut dicatat sejarah
kedokteran di Indonesia sebagai kembar siam pertama yang sukses menjalani
operasi pemisahan. Sebut saja kembar siam craniopagus
asal Iran, Ladan dan Laleh Bijani, yang meninggal dunia karena kegagalan
operasi pemisahan mereka di RS Raffles, Singapura, pada 8 Juli 2003. Padahal,
saat operasi dilakukan, mereka sudah berusia 29 tahun.Secara terpisah, Padmosantjojo menjelaskan, berdasar data yang dimilikinya, baru Ana-Ani satu-satunya kembar dempet kepala yang sukses dipisahkan, hidup sampai dewasa dan kuliah. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga dunia.
Sekitar enam tahun lalu, Padmosantjojo mendapat kabar bahwa ada kembar dempet kepala yang juga sukses dipisahkan di Zimbabwe. Tim dokter di sana, ternyata, menggunakan teknik seperti saat Padmosantjojo memisahkan Ana-Ani. Caranya adalah membelah pembuluh darah (sinus sagitalis) di daerah otak si bayi kembar.
”Saya dengar karena membelahnya ragu-ragu, keduanya selamat. Tapi, ada cacat mental,” katanya.
Ketua Umum Yayasan Nakula-Sadewa -sebuah perhimpunan bagi orang-orang kembar di Indonesia- Seto Mulyadi mengatakan, di dunia ini memang baru Ana-Ani kembar dempet kepala yang sukses dipisahkan dan tumbuh sehat hingga dewasa.
Credit :
http://udinmduro.wordpress.com/2009/08/04/ana-ani-kembar-siam-dempet-kepala-pertama-di-indonesia/
No comments:
Post a Comment